
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 90 / TK / Tahun 2016. Presiden Joko Widodo menganugerahkan Pahlawan Nasional kepada Kiai Haji Raden As’ad Syamsul Arifin, Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Asembagus Situbondo, Jawa Timur. Beliau adalah pejuang pergerakan nasional. Hingga akhir hayatnya berkhidmah dalam organisasi Nahdlatul Ulama sebagai Mustasyar PBNU. Lahu Alfatihah…..
KH. R. As’ad Syamsul Arifin juga merupakan salah satu santri kesayangan dari Syaichona KH. Muhammad Kholil Bangkalan Madura, yang pernah diutus menemui Hadratusy Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari guna memberikan “tanda restu” pendirian Jam’iyyatul Ulama yang kemudian dikenal sekarang dengan nama Nahdlatul Ulama (NU).
Dua kali KH. R. As’ad Syamsul Arifin diminta sowan kepada Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari oleh Syaichona KH. Kholil Bangkalan. Yang pertama terjadi pada awal tahun 1924. Saat itu, ia diminta sang guru untuk mengantarkan sebuah tongkat kepada muridnya yang tidak lain adalah Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asyari di Tebuireng, Jombang. Perjalanan tersebut ditempuhnya dengan berjalan kaki dari Bangkalan Madura menuju Tebuireng Jombang.
Peristiwa kedua, terjadi pada akhir tahun 1924. Saat itu KH. R. As’ad Syamsul Arifin diminta kembali oleh gurunya Syaichona KH. Kholil Bangkalan untuk mengantarkan sebuah tasbih kepada Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari. Perjalanan kali ini, dari Bangkalan Madura ke Tebuireng Jombang, ia lakukan dengan menaiki mobil angkutan.
Ini adalah dua perjalanan penting yang menandakan restu seorang Guru kepada Sang Murid, yakni Syaichona KH. Kholil Bangkalan kepada Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, dalam rangka pendirian Jam’iyyatul Ulama. Restu berupa tongkat dengan bacaan Surat Thaha ayat 17-23 dan tasbih dengan bacaan dzikir Ya Jabbar Ya Qahhar menjadi titik awal terbentuknya NU. Seandainya tidak ada restu sang guru maka tidak akan pernah ada yang namanya organisasi NU.
KH. R. As’ad Syamsul Arifin pernah berkata bahwa Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari mempunyai reaksi yang berbeda saat menerima kedua benda tersebut. Saat menerima tongkat, Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari menangis dan meneteskan air mata kemudian berkata di hadapan KH. R. As’ad Syamsul Arifin, “Saya berhasil mau membentuk Jam’iyyah Ulama”. Sedangkan saat menerima tasbih, Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asyari mengatakan siapapun yang berani melawan ulama akan hancur. Adanya tasbih “tanda restu” kedua ini membuat hati Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari yang masih ragu langsung benar-benar mantap untuk mendirikan organisasi bernama Jam’iyyatul Ulama, nama awal NU sebelum berubah menjadi Nahdlatul Ulama.
Setahun setelah peristiwa pemberian tongkat dan tasbih, Syaichona KH. Kholil Bangkalan meninggal dunia pada tahun 1925. Setahun kemudian, tepatnya pada 20 Rajab 1926, Jam’iyatul Ulama atau Nahdlatul Ulama (NU) didirikan.
Berkat jasa KH. R. As’ad Syamsul Arifin, sang mediator dan penyampai isyarat langit dari Syaichona KH Kholil Bangkalan untuk Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, NU kini bisa berdiri tegak seperti sekarang ini.
NU bagi KH. R. As’ad Syamsul Arifin bukan organisasi biasa, tapi organisasi para Waliyullah, yang harus dijaga dengan baik. Sebab dengan NU itu, Indonesia akan dikawal Waliyullah, ulama dan seluruh bangsa Indonesia.
KH. R. As’ad Syamsul Arifin secara tegas berpesan kepada para santrinya, “Saya ikut NU tidak sama dengan yang lain. Sebab saya menerima NU dari guru saya, lewat sejarah. Tidak lewat talqin atau ucapan. Kamu santri saya, jadi kamu harus ikut saya! Saya ini NU jadi kamu pun harus NU juga”.
Begitulah sebagian kecil perjuangan dan kecintaan KH. R. As’ad Syamsul Arifin kepada NU yang dibawanya hingga menutup usia.
Inilah #KiaikuPahlawanku.
SELAMAT HARI PAHLAWAN NASIONAL 10 NOVEMBER 2016.
The post KH. R. As’ad Syamsul Arifin Resmi Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional appeared first on Ngaji Yuk!.